Resmi Ditetapkan: Usia Pensiun Pekerja Indonesia Naik ke 59 Tahun
Jakarta, pendawainvestigasi.com – Batas usia pensiun di Indonesia resmi dinaikkan menjadi 59 tahun mulai tahun 2025, sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 45 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Pensiun.
Pada Pasal 15 ayat 1, usia pensiun awalnya ditetapkan sebesar 56 tahun. Kemudian, dalam ayat 2, mulai 1 Januari 2019, batas usia pensiun meningkat menjadi 57 tahun. Selanjutnya, sesuai dengan ayat 3, usia pensiun akan bertambah 1 tahun setiap tiga tahun hingga mencapai 65 tahun.
Pada tahun 2025, batas usia pensiun resmi meningkat menjadi 59 tahun, naik dari 58 tahun yang berlaku pada 2022 lalu.
Sementara itu, Pasal 15 ayat 4 menyebutkan jika peserta program pensiun tetap bekerja setelah mencapai usia pensiun, mereka dapat memilih untuk menerima manfaat pensiun saat mencapai usia pensiun atau ketika berhenti bekerja, dengan batas waktu maksimal tiga tahun setelah usia pensiun.
Staff Ahli Bidang Pengeluaran Negara Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Sudarto, menegaskan pentingnya jaminan sosial sebagai upaya membantu pekerja menjalani masa tua dengan kehidupan yang layak. Hal ini ia sampaikan dalam diskusi Social Security Summit 2024.
Menurut Sudarto, Jaminan Hari Tua (JHT) menjadi kebutuhan yang tidak bisa ditawar dan wajib dimiliki oleh para pekerja selama masa aktif mereka, saat masih menerima pengahasilan secara rutin.
“Kehidupan kita melewati berbagai fase, mulai dari sekolah, bekerja, hingga pensiun. Setelah masa bekerja, seharusnya tidak ada rasa cemas, karena keberadaan jaminan sosial memberikan rasa aman,” jelasnya.
Sudarto juga menyoroti perlunya skema yang efektif untuk mempercepat perluasan kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan. Ia mengungkapkan bahwa hingga Oktober 2024, jumlah peserta aktif BPJS Ketenagakerjaan baru mencapai 40,83 juta, jauh dari total pekerja formal dan informal yang diperkirakan mencapai 150 juta orang.
“Saat ini, hanya sekitar 14 juta yang memiliki jaminan pensiun, dan sekitar 16 juta yang ikut program JHT, dari total 140-145 juta pekerja. Ini menajdi perhatian utama kami. Jangan sampai saat pensiun, kita dan teman-teman kita hanya mengandalkan bantuan sosial, yang pada akhirnya membebani APBN,” ujr Sudarto.
Hal serupa disampaikan oleh I Gede Dewa Karma Wisana, peneliti Demografi dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (UI). Ia menekankan pentingnya memiliki pendapatan tetap atau dividen di masa tua.
Menurutnya, pada usia lanjut, pengeluaran akan meningkat siginifikan dibandingkan pendapatan. Oleh karena itu, JHT menajdi solusi penting agar pekerja tetap dapat hidup layak meskipun sudah tidak lagi produktif.
Menurutnya, saat pekerja memasuki usia lanjut, pengeluaran cenderung jauh lebih besar dibadningkan pendapatan yang diterima.
“Kami yang bergerak di bidang demografi sangat fokus pada siklus hidup. Penting bagi kita untuk memanfaatkan bonus demografi yang ada dengan mempersiapkan dividen di masa dean,” jelasnya.
I Gede juga mendorong pekerja yang masih berada di usia produktif untuk mulai mempersiapkan masa tua, salah satunya melalui program JHT.
“Kita harus merancang strategi agar penduduk produktif saat ini tidak hanya meiliki pendapatan yang cukup dan hidup layak, tetapi juga mampu menyiapkan masa depan. Dengan begitu, kebutuhan konsumsi di masa tua dapat terpenuhi melalui pendapatan atau hasil investasi yang mereka kumpulkan selama masa muda,” tambahnya. (Nps)