Kritik Terhadap Program Makan Bergizi Gratis Prabowo Subianto: Standar Gizi atau Janji Belaka?

distribusi-program-makan-bergizi-gratis_169

Jakarta, pendawainvestigasi.com – Hasil pengamatan ahli gizi terhadap enam menu dalam program Makan Bergizi Gratis (MBG) menunjukkan bahwa hanya satu menu yang memenuhi standar Angka Kecukupan Gizi sesuai Permenkes Nomor 28 Tahun 2019.

Aturan tersebut menetapkan kebutuhan gizi ideal masyarakat Indonesia, termasuk anak usia Sekolah Dasar. Dalam sekali makan, mereka seharusnya mendapatkan 500-700 kalori dengan kandungan karbohidrat, protein nabati dan hewani, lemak, serta buah secara seimbang.

Sejumlah sekolah dilaporkan mengalami keterlambatan hingga dua jam dalam menerima makanan bergizi gratis. Hal ini menjadi sorotan tajam, termasuk dari pengamat kesehatan Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (Cisdi), Diah Saminarsih.

Diah menilai masalah tersebut sangat krusial dan harus segera dievaluasi serta diperbaiki oleh pemerintah. Jika tidak, bahan makanan dan anggaran yang telah dikeluarkan berisiko terbuang sia-sia.

Merespons kritik ini, juru bicara Kantor Komunikasi Kepresidenan, Prita Laura, menjelaskan bahwa program makanan bergizi gratis telah dirancang sesuai dengan tujuan pemerintah, meski diakuinya masih ada banyak hal yang perlu ditingkatkan.

Ia juga menegaskan bahwa standar Angka Kecukupan Gizi (AKG) dalam program ini sudah dipertimbangkan dengan melibatkan ahli gizi di setiap Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) atau dapur.

Prita mengajak publik untuk terus mendukung program ini, sembari menerima masukan untuk perbaikan ke depan.

“Program ini sangat kompleks. Temuan-temuan di lapangan penting untuk disempurnakan menjadi SOP. Namun, jangan sampai program ini dimatikan. Mari kita tingkatkan bersama,” ujarnya.

 

Pengamat: Program Makan Bergizi Gratis Perlu Evaluasi Serius untuk Hindari Masalah Berulang

Diah Saminarsih, pengamat kesehatan dari Center for Indonesia’s Strategic Development Intiatives (Cisdi), menyoroti erbagai masalah yang muncul dalam program Makan Bergiz Gratis (MBG).

Ia menegaskan bahwa pemeirntah harus segar mengevaluasi dan memperbaiki kekurangan yang disampaikan siswa dan pemeriksa gizi.

Diah mengaku telah memperkirakan akan ada beragam kendala dalam pelaksanaan program ini. Sebab, sejak diluncurkan pada Senin (6/1), pemeirntah dinilai belum menjabarkan secara rinci sejumlah aspek penting.

Seperti proses penyediaan bahas baku makanan, panduan memasak yang benar, mekanisme distribusi yang efisien, hingga standar sajian menu.

Masalah lainnya adalah kurangnya kejelasan soal kriteria mitra katering, jumlah ashli gizi yang terlibat, dan pihak yang bertugas mengawasi program tersebut. Sebagai proyek nasional berskala besar, menurut Diah, program ini seharusnya memiliki perencanaan matang agar siap menghadapi kritik dan reaksi dari publik.

“Misalnya, kabar soal siwa yang dilarang memfoto menu dan membagiakannya di media sosial menunjukkan ketidaksiapan. Sekolah juga khawatir jika makanan tidak habis, akn ada penilaian buruk,” ujarnya.

 

Saran: Bentuk Tim Kerja dan Buka Kanal Aduan

Untuk mengatasi segudang persoalan, Diah menyarankan pemerintah membentuk tim kerja yang bertugas membuka kanal aduan. Dengan cara ini, para ahli di Badan Gizi Nasional dapat segera mencari solusi atas masalah yang muncul.

“Ini momen krusial, terutama di bulan pertama. Perbaikan bisa dilakukan sambil program berjalan. Fokus saja pada dapur atau seklah yang bermasalah agar solusinya cepat terlihat,” jelas Diah.

 

Kritik soal Pendanaan

Diah juga menyoroti pernyataan Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan, Hasan Nasbi, yang mengatakan bahwa program ini masih menggunakan dana pribadi Presiden Prabowo. Menurutnya, mesikupun MBG adalah janji politik saat kampanye, akuntabilitas tetap harus dijaga.

“Penggunaan dana pribadi kemungkinan karena penganggaran negara membutuhkan waktu. Tapi, ini tetap harus diaudit agar transparan,” tambahnya.

 

Harapan untuk Perbaikan

Meski mengkritik pelaksanaan program, Diah tidak ingin terlau cepat menilai pakah program MBG ini buruk atau baik. Ia berharap pemerintah mau mendengar masukan dari para ahli dan melakukan improvisasi di lapangan agar program ini benar-benar bermanfaat.

“Semoga saja pemeirntah serius memperbaiki kekurangan yang ada. Dengan begitu, tujuan besar dari program ini bisa tercapai,” tutupnya.

 

Tanggapan Pemerintah: Program Makan Bergizi Gratis Akan Terus Ditingkatkan

Juru Bicara Kantor Komunikasi Kepresidenan, Prita Laura, menegaskan bahwa program Makan Bergizi Gratis (MBG) telah dirancang sesuai dengan tujuan pemerintah.

Ia menjawab beberapa kritik, termasuk masalah keterlambatan distribusi makanan, dengan menyebut bahwa jadwal pengiriman emmang dirancang dalam rentang waktu makan pagi hingga makan siang.

“Keterlambatan dalam MBG tidak berarti makanan harus sampai pada jam tertentu. Selama masih dalam rentang waktu makan pagi hingga makan siang, itu sudah sesuai prosedur,” jelas Prita.

 

Soal Selera Anak

Prita juga merespons keluhan bahwa beberapa anak merasa menu makanan kurang enak hingga tidak habis dimakan. Menurutnya, program ini bukan seperti restoran yang melayani selera individu, melainkan bertujuan menyediakan makanan yang bergizi.

“Memuaskan semua selera anak memang tidak mungkin. Yang utama adalah memastikan menu yang disajikan bergizi dan seragam untuk semua,” ujarnya.

 

Standar Gizi Sudah Dipertimbangkan

Terkait Angka Kecukupan Gizi (AKG), Prita menejelaskan bahwa ahli gizi di setiap Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) telah dilibatkan sejak awal. Mereka bertanggung jawab memastikan bahwa bahan makanan, proses memasak, hingga penyajian memenuhi standar gizi harian yang diperlukan.

Namun, ia mengakui ada beberapa kendala teknis, seperti yang terjadi di salah satu sekolah di Ciracas, di mana sayuran menjadi asam akibat kesalahan dalam penyajian.

“Sayuran panas yang langsung ditutup di wadah bisa menjadi asam. Ini pembelajaran penting karena proses memasak sering berkejaran dengan waktu,” ungkap Prita.

 

Program Akan Ditingkatkan, Dukungan Publi Diharapkan

Prita menegaskan bahwa pemeirntah telah mencatat semua temuan di lapangan untuk dijadikan bahan evaluasi dan perbaikan. Meski begitu, ia meminta publik tetap mendukung program ini.

“Program ini sangat kompleks. Temuan-temuan di lapangan adalh bagian dari proses untuk menyusun SOP yang lebih baik. Namun, program ini jangan dimatikan, mari kita tingkatkan bersama,” tutupnya. (Nps)