Menteri KKP Tindak Pemilik Pagar Laut, Denda Capai Rp 18 Juta/Kilometer
Jakarta, pendawainvestigasi.com – Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Sakti Wahyu Trenggono menegaskan bahwa pemilik pagar laut ilegal di pesisir pantai utara Kabupaten Tangerang, Banten, akan dikenakan sanksi denda administratif sebesar Rp 18 juta per kilometer. Kebijakan ini menyusul ditemukannya pagar laut sepanjang 30,16 kilometer di wilayah tersebut.
“Kami masih melakukan penyelidikan untuk mengungkap siapa pemiliknya. Jika terbukti, mereka akan didenda sesuai aturan administratif. Bila ada unsur pidana, maka penanganannya diserahkan ke pihak kepolisian,” ujar Trenggono, Rabu (22/1/2025), di Jakarta, dikutip dari Liputan 6.
Koordinasi Antar Kementerian
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) bekerja sama dengan Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR/BPN) untuk menyelidiki kasus ini. Menteri ATR/BPN Nusron Wahid mengungkap bahwa ada 263 sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) yang diterbitkan di kawasan tersebut. Sebanyak 234 bidang dimiliki oleh PT Intan Agung Makmur, 20 bidang oleh PT Cahaya Inti Sentosa, 9 bidang oleh perorangan, dan 17 bidang lainnya berupa Sertifikat Hak Milik (SHM).
“Kami sedang mendalami penyebab terbitnya sertifikat ini dan akan berkoordinasi dengan pihak terkait untuk mengusut kejanggalan ini,” jelas Nusron, dikutip dari Liputan 6.
Tuntutan Penegakan Hukum
Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) menyoroti kasus ini sebagai bukti kolusi antara oknum pejabat, perusahaan, dan individu yang mengabaikan hukum demi kepentingan pribadi. KNTI menegaskan bahwa penerbitan HGB di atas laut bertentangan dengan amar putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tahun 2010, yang melarang pemberian Hak Pengusahaan Perairan Pesisir (HP-3).
“Kami mendesak aparat untuk mencabut pagar laut ini, mengusut pelaku, dan membawa mereka ke jalur hukum. Praktik ini merugikan nelayan yang menggantungkan hidupnya dari laut,” kata Ketua KNTI Dani Setiawan.
Privatisasi Laut dan Dampaknya
Dani menambahkan, kasus ini adalah salah satu contoh praktik privatisasi laut yang mengorbankan nelayan kecil. Reklamasi, penambangan pasir, hingga pengkavlingan laut sering kali dilakukan tanpa mempertimbangkan aspek sosial dan lingkungan, yang menyebabkan nelayan kehilangan wilayah tangkap.
“Jika ini dibiarkan, ketimpangan dan kemiskinan nelayan akan terus meningkat. Pemerintah harus memperketat pengawasan terhadap praktik serupa di seluruh Indonesia,” tegas Dani.
Langkah Reformasi Sistem
Menteri KKP menyebutkan bahwa kasus ini menjadi momentum untuk mengoptimalkan sistem pemantauan kelautan, seperti “Ocean Big Data,” yang memungkinkan pendeteksian aktivitas ilegal di wilayah perairan.
“Ke depan, kami akan terus mengawasi agar sumber daya laut dimanfaatkan untuk kesejahteraan rakyat, bukan untuk kepentingan segelintir pihak,” tutup Trenggono.
Kasus pagar laut di Tangerang ini menjadi peringatan penting bagi pemerintah untuk memperbaiki tata kelola laut secara adil dan berkelanjutan demi menjaga hak nelayan serta kelestarian lingkungan. (nps)