Wamenag Benarkan Adanya Wacana Libur Sebulan Penuh pada Ramadan 2025

screenshot_20241022_091616_chrome

Jakarta, pendawainvestigasi.com – Wacana untuk menerapkan libur bagi anak-anak sekolah selama bulan Ramadan 2025 mengemuka ke permukaan. Wakil Menteri Agama (Wamenag) Romo Muhammad Syafi’i mengakui adanya kemungkinan tersebut. Namun, dia menyebut, bahwa wacana itu belum dibahas lebih lanjut di internal Kementerian Agama (Kemenag).

“Iya, sudah ada wacana (libur sekolah satu bulan selama bulan ramadan-red). Tapi kami belum bahas,” kata Syafi’i di Kompleks Parlemen, Senin (30/12).

Wamenag mengungkapkan alasan munculnya wacana meliburkan para pelajar selama satu bulan penuh saat Ramadan. Yakni, agar para pelajar bisa lebih berkonsentrasi saat menjalani ibadah puasa. “Awalnya, wacana itu ingin diterapkan di sekolah-sekolah yang ada di bawah Kemenag. Tetapi sekolah lain juga sedang diwacanakan,” ujarnya.

Sebelumnya, para siswa akan mendapatkan libur selama tiga hari pertama puasa Ramadan. Adapun libur awal puasa untuk pelajar itu, diatur oleh Dinas Pendidikan dan kebijakan di masing-masing sekolah.

Pasalnya, berdasarkan SKB 3 Menteri Nomor 1017 Tahun 2024, Nomor 2 Tahun 2024 dan Nomor 2 Tahun 2024 tentang Hari Libur Nasional dan Cuti Bersama Tahun 2025, belum ada ketetapan yang mengatur tentang libur nasional selama masa Ramadan 2025 mendatang. Dalam beleid tersebut, Pemerintah hanya menetapkan libur nasional dan cuti bersama sebanyak 27 hari, terdiri dari 17 hari untuk tanggal merah/libur nasional dan 10 hari untuk libur cuti bersama.

Untuk diketahui, Ramadhan 1446 Hijriah atau awal puasa Ramadan diperkirakan jatuh pada Sabtu, 1 Maret 2025. Sementara itu, berdasarkan SKB 3 Menteri, 1 Syawal 1446 H atau Idulfitri 2025 diperkirakan jatuh pada Senin, 31 Maret 2025.

Kebijakan libur sekolah selama Ramadan pernah diterapkan pada era pemerintahan KH. Abdurrahman Wahid atau Gus Dur. Dalam memuluskan kebijakannya, Presiden ke-4 RI itu menerbitkan keputusan untuk meliburkan siswa selama satu bulan penuh. Tujuannya sama, yaitu agar memberi kesempatan bagi anak-anak sekolah untuk lebih fokus dalam belajar agama Islam.

Ketika itu pun, Gus Dur menyertai kebijakannya dengan mengimbau sekolah-sekolah untuk membuat kegiatan-kegiatan keagamaan di sekolah, seperti pesantren kilat.

Jauh sebelum era Gus Dur, dalam litelatur sejarahnya, meliburkan para pelajar saat Ramadan juga pernah diterapkan oleh Pemerintah Kolonial Belanda. Sebagaimana dilansir laman museumkepresidenan.id, Pemerintah Kolonial Belanda meliburkan sekolah binaannya dari tingkat dasar atau Hollandsch Inlandsche School (HIS) hingga tingkat menengah ke atas, yakni Hogere Burgerschool (HBS) dan Algemeene Middelbare School (AMS).

Kebijakan ini terus dijalankan hingga masa pemerintahan Presiden Soekarno dan dihentikan pada era kepemimpinan Presiden Soeharto. (Rhm/SS)